My Friends

Welcome to my blog. have a nice day and happy reading

Senin, 14 November 2011

Dream In The Rainfalls #1

Hari telah menunjukkan kecerahan. Matahari muncul dengan semangat yang berkobar kobar hingga membuat badanku terasa dipanggang di oven. Ayam ayam berteriak membangunkanku. Namun mataku sulit untuk terbuka. Meski aku memaksanya, namun tetap saja mataku tak mau menurut. Namun, dengan semangat empat lima aku berjuang membuka mataku yang belo alias tukang melotot, hahaha becanda. Tapi semangat perjuanganku tetap ada mungkin justru lebih semangat dari 45, mungkin mencapai 45,0005 semangatku. Faktor yang membuatku seperti ini adalah hari ini aku masuk sekolah baruku. Hari ini hari pertamaku di SMP FABIS alias SMP Fachry Bima Sakti, SMP yang lumayan ngetren dibanding SMP Negeri. Sekolahku ini adalah satu satunya sekolah swasta yang ada didaerahku. Harap dimaklumi, daerahku mendekati daerah tak layak. Tau sebabnya? Kalau nggak tau ya tunggu saja tanggal mainnya.
Pagi ceria aku berdandan dengan apa adanya karena aku bukan anak cewek beneran, mungkin aku bisa digolongkan tomboy lah. Jadi yah penampilanku norak dikit lah, tapi tetep oke. Dan saat ini, aku sudah selesai sarapan dan menunggu ibu bersiap mengantarku pergi ke sekolah. Oh iya, sekolahku itu tak mengizinkan siswanya untuk membawa hp ataupun kendaraan bermesin. Jadi setiap pagi dan menjelang pulang sekolah, di depan gerbang sekolahku ada pangkalan ojek dadakan yang telah memiliki penumpang masing masing. Dan salah satu penumpang itu aku. Ibu sudah siap duduk di jok motor. Dan aku pun mendekatinya dan menaiki motor tersebut. Ibu lalu menstater motor dan motorpun berjalan dengan pelannya. Namun, meski pelan, aku tetap sampai di sekolah baruku itu pertama dan belum ada yang berangkat kecuali aku disana. Aku lalu menunggu gerbang sekolah dibuka, dan tak lama kemudian datang seorang cowok, dan sepertinya murid baru sepertiku. Aku tak menggubris kedatangannya meski dia teman pertama yang aku temui disini, aku merasa gengsi untuk berkenalan, dan diapun demikian. Aku dan dia lalu menunggu bersama tanpa sepatah kata pun terlontar diantara kami. Untung saja dewi fortuna memihakku dan gerbang pun kemudian dibuka oleh pak penjaga gerbang.
Aku lalu menatap sekeliling sekolah baruku itu. Tak tampak menyeramkan seperti yang teman temanku ceritakan. Aku lalu duduk di bangku yang ada dibawah pohon rindang didekat lapangan basket yang begitu luas dan megah. Tak lama kemudian, datang seorang cewek yang mungkin juga siswa baru sepertiku karena ia juga masih berseragam SD. Aku yang duduk sendirian lalu dia dekati dan kami pun berkenalan.
“pagi, nama ku sinta” kata anak itu.
“nice to meet you, nama aku diarlsta” jawabku.
Oh ya, perkenalkan namaku Diarlsta Larashati, panggil aku Diarlsta saja. Aku lumayan gampang untuk bergaul, namun dengan gengsi tinggi untuk berkenalan dengan cowok. Meski begitu, aku tak memilih untuk berteman, bahasa kerennya friendly lah. Aku juga anak yang baik, pandai, tinggi, natural, dan masih banyak lagi deh, pokoknya nggak nyesal berteman dengan diriku ini, karena diriku ini temannya dewi fortuna dan membawa keberuntungan. Siapa saja yang mau berteman denganku, pasti beruntung. Dan aku kini memiliki seorang teman, nama lengkapnya Sinta Sintia, nama yang unik, tapi feminim, cocok dengan orangnya. Dan kami pun bercakap bersama hingga tak sadar ada teman baru lagi yang datang. Dua orang cewek, kalau bahasa inggrisnya two girls dibaca tugel. Dengan senang hati aku memperkenalkan diri dihadapannya. Dan kami pun saling bersalaman tanda perkenalan. Nama mereka berdua Ristia dan Fila, dia datang dari kecamatan yang berbeda untuk bersekolah disini sungguh dahsyatnya sekolahku ini.
Aku, sinta. Ristia, dan fila saling bersenda gurau. Kami cepat sekali akrab. Mereka memang beruntung mendapatkan teman sepertiku yang spesial ini. Dan waktu bergulir menemani canda tawa kami hingga kami tak menyadari banyak teman teman lain yang datang. Bahkan ada juga teman kami dulu yang melanjutkan SMP di sekolah ini. Kami lalu berkumpul bersama sambil menunggu lonceng berbunyi.
Saat duduk duduk, tak sengaja aku melihat kakak kelas yang sedang piket di halaman, kakak kelasku itu tinggi, putih, dan cool banget, aku sedikit menyukainya. Dia dengan terampil memungut sampah yang telah ia kumpulkan dengan sapu sebelumnya. Dia begitu rajin dan bertanggung jawab. Aku mengaguminya dan berharap dia adalah salah satu panitia MOS alias Masa Orientasi Siswa. Dan tanpa malu aku bertanya kepada sinta siapa nama kakak kelas itu. Sinta yang memang tinggal didaerah itu mengenalnya dan memberitahuku kalau kakak kelas tadi bernama Cahya Nugraha, ia salah satu anak kost dan sepertinya dia pengurus inti OSIS. Aku bangga dengan kak cahya, dan aku tanpa sadar melakukan hobbyku yang seharusnya kurahasiakan dari teman teman. Namun tanpa disadari malah kulakukan itu. Aku berkhayal berkenalan dengan kak cahya dan kak cahya mau menjadi kakakku. Saat aku membayangkan berkenalan dengannya, tanpa sadar tanganku terangkat dan kakiku berjalan kearahnya, dan dengan malu malu kak cahya menyalamiku. Teman teman yang melihatnya seketika tertawa tanpa bisa ditutupi. Dan aku sadar dari lamunanku. Aku merasa malu sekali. Namun yah itu sudah takdir kehidupan.
Bel pun berbunyi dan kami berkumpul dilapangan basket. Ternyata banyak siswa yang bermint bersekolah disini. Buktinya banyak siswa yang ikut berbaris sepertiku saat ini. Dan ternyata kak cahyo salah satu panitia MOS seperti yang kuharapkan. Hatiku seketika berubah menjadi taman yang penuh dengan bunga bunga yang semerbak. Aku lalu membayangkan kalau aku menjadi ketua kelompok bimbingan kak cahyo. Namun, setelah pembagian kelompok, aku tak menjadi anggota kelompok bimbingannya, dan aku bukan ketua kelompok. Aku ikut kelompok dua yang dibimbing oleh ketua osis sekolah itu, dan ketuanya temanku dulu dan mungkin ia telah melupakanku, namanya kalau nggak salah Kheira. Dan teman temanku tadi semuanya masuk ke kelompokku ini. Dan entah takdir atau apa, si cowok yang datangnya serempak denganku tadi juga kelompokku, kalau tak salah namanya Ricky Raditya, dan ternyata dia itu pintar bahasa inggris, dulu dia pernah lomba debat bahasa inggris, sayang ya dia nggak seperti kak cahyo yang tinggi, putih, radit kebalikannya, dia hitam, pendek lagi, tapi ya jadilah deh untuk memperbanyak teman sekelasku.
 Selama MOS ku lalui begitu semangat dan bahagia meski selalu dijemur kakak senior, asalkan bisa lihat kak cahyo, aku ikhlas. Namanya juga idola, apa sih yang nggak kita lakukan untuknya. Dan aku pun akan seperti itu.
Hari ini hari terakhir MOS, aku kini sudah dapat mengenakan seragam putih-biru. Dan hari ini aku tugas menjadi pembawa pancasila. Mungkin terdengar aneh, seorang cewek berpartisipasi dalam upacara bendera menjadi pembawa teks pancasila dalam upacara. Namun, itulah aku dan diriku. Dan kebetulan semua yang tugas dalam upacara itu adalah anggota kelasku yang mungkin dianggap kelas terbaik. Kami menjalankan tugas kami masing masing dengan hati bangga dan senyum lebar. Dan hingga upacara selesai, semangat kami tak berkurang sedikitpun. Hingga kini waktunya pembagian kelas yang sebenarnya. Jantungku dag dig dug tak karuan. Sebelumnya karena hari beranjak siang, kami dihimbau untuk berteduh di bawah pohon di salah satu sisi depan sekolahku sambil mendengarkan penjelasan mengenai siapa guru dan teman sekelas kami. Para guru memperkenalkan diri mereka di depan kami, dan pembagian kelas pun dimulai. Satu per satu nama disebutkan. Ternyata Sinta masuk ke kelas A. Dan beberapa teman yang lain menjadi teman sekelasnya, namun hingga nama terakhir dalam kelas itu disebutkan, namaku tek kunjung dipanggil. Aku pasrah, ternyata aku tak sekelas dengan sinta, namun itu tak menjadi masalah selama aku masih memiliki teman akrab dikelasku nantinya. Wali kelas untuk kelas 7A tempat Sinta akan belajar nantinya adalah seorang ibu yang bernama Frista, dan beliau juga mengajar pelajaran IPA di kelas 7. dan pemanggilan nama untuk kelas B dimulai, banyak sekali nama asing yang tersebutkan hingga Fila dan Ristia juga dinyatakan masuk ke kelas B. Jantungku berdetak kencang, aku berdoa kepada tuhan untuk memberiku kesempatan menjadi siswa di kelas 7B. Mendekati pemanggilan terakhir, namaku belum jua tersebutkan, justru nama radit nyebelin itu disebutkan di saat saat terakhir, dan naas, perkenalan wali kelas pun berlangsung dan namaku tak disebutkan. Wali kelas 7B seorang bapak guru yang gaul, dan sepertinya aku pernah bertemu dengannya sebelum aku masuk sekolah ini, namun aku lupa dimana dan kapan kejadian itu terjadi. Saat perkenalan, Pak Yosi, begitu biasa dipanggil, menyebutkan satu nama untuk menjadi ketua kelas di kelas yang akan ia bimbing. Aku tak memperdulikan siapapun yang akan dipanggil karena pupus harapanku untuk berteman sekelas dengan Ristia. Pak Yosi dengan lantang menyebutkan nama “Diarlsta Larashati” aku terbengong bengong mendengar namaku dinyatakan sebagai ketua kelas 7B. Spontan aku berjingkrak layaknya anak SD dan seketika mengundang tawa seluruh teman baruku. Aku bahagia menjadi teman sekelas dari Ristia dan Fila, dan aku lebih bahagia menjadi anak didik guru gaul itu. Namun, entah takdir, atau kebetulan, aku juga sekelas dengan cowok nyebelin kelas ikan lele, Ricky Raditya. Namun, apalah gunanya menyesali kebahagiaan ini. Akupun menerima keadaan dengan ikhlas. Dan selanjutnya diumukan untuk nama nama yang menjadi siswa kelas 7C dengan wali kelas Ibu Rosita, seorang guru IPS kelas 7. Aku tak menghiraukan siapa saja nama yang terpanggil karena aku juga tak begitu memerlukannya. Itulah sisi kelemahanku, aku terlalu egois.
Hari pertama aku menjadi ketua kelas ku lalui dengan senang hati dan berbangga hati. Hari pertama diadakan pemilihan kepengurusan kelas, aku begitu bersyukur ristia menjadi salah satu pengurus inti yang tentunya akan setia membantuku. Dan wakil ketua atau ketua 2 diegang oleh seorang cowok yang namanya begitu lucu dalam otakku, lanang. Mungkin orang tuanya begitu mengidamkan anak laki laki sehingga ia menamainya demikian. Aku menerima semua yang menjadi pengurus dan anggota baru kelasku. Dan aku akan mengenalnya sejauh kemampuanku menggapainya dan aku bertekat untuk membanggakan kelasku. Hari hari ku lewati dengan greget yang luar biasa, hingga mendekati semester 1 aku berusaha giat belajar agar aku bisa menggapai impianku. Aku tetap berusaha memimpin kelas, namun karena sikap egois dan keras kepala yang ada pada diriku ini terlalu menguasaiku, ambisiku untuk menjadi yang tertinggi dan terdepan muncul. Dan saat itu kesabaranku sedikit demi sedikit luntur, setiap hari ada saja masalah yang membuatku marah dikelas dan menyakiti teman temanku. Salah satu dari mereka selalu membuat onar, bahkan ketua dua alias lanang pun ikut membuat darah ku naik setiap saat. Dan kelasku yang semula terlihat kompak pun menjadi bencana bagiku dan teman teman yang lain karena aku juga merasa bahwa tidak ada rasa kenyamanan tercipta dikelas kami akhir akhir ini. Dan beruntung radit yang menjabat sebagai sie upacara yang merangkap sie keamanan membantuku menenangkan teman temanku.
Pernah suatu kali aku bertengkar dengan teman sekelasku karena ia tak bisa menghormatiku dan selalu menciptakan kekacauan dikelas. Aku merasa ia tak memiliki harga diri untuk menghormati orang lain, seketika aku berlari kearah kantor guru, dan hendak mengundurkan diri dari kepengurusan kelas. Aku tak memperdulikan apa pandangan mereka tentang diriku, yang terpenting aku bisa belajar tenang tanpa merasa tersinggung. Namun, saat aku berlari menuju kantor, seseorang yang tak terduga mengejarku, dan ia mencegahku untuk tidak melakukan hal bodoh itu karena itu hanya dianggap mempermalukan diri sendiri. Ia juga menjelaskan kalau itu sama saja merendahkan harga diriku di depan orang banyak. Ia menasihatiku sambil tetap memegang tanganku khawatir aku akan tetap nekat pergi ke kantor. Aku sedikit menyepelekan apa yang ia katakan. Namun lama lama kasihan juga ia berbicara sendiri, toh itu juga karena aku. Akhirnya aku belajar sedikit demi sedikir mendengarkan apa yang ia katakan. Ternyata ada juga yang benar dari apa yang telah ia katakan. Aku memang terlalu tempramental dan susah menjaga emosi, karena itu aku tak mau seenaknya berkenalan dan berteman dengan anak laki laki yang biasanya selalu mengandalkan emosinya.
Radit tetap menasihatiku panjang lebar. Ia tak menghiraukan ejekan teman teman yang membuatku cukup risih,, namun, karena ia meyakinkanku aku menganggap ejekan teman teman itu hanya angin yang berhembus dan setelah itu hilang entah kemana. Aku tak menyadari dan tak terbayang olehku apa yang baru saja terjadi didepan mata kepalaku sendiri. Seorang cowok yang selalu bersikap dingin dan acuh tak acuh tiba tiba mencair dan menasihatiku. Itu tak masuk dalam benakku. Radit yang ku anggap biasa dan sungguh sangat menyebalkan itu tiba tiba seolah menjadi pahlawan yang hampir kesiangan membantuku. Aku tersentuh dengan kata kata yang terlontar dari mulutnya dan mungkin telah ia fikirkan matang matang. Aku luluh dan akhirnya aku kembali ke kelas dan melepaskan genggaman tangan radit.
Radit duduk di depan tempat dudukku. Hampir setiap hari kami mengobrol bersama. Aku yang duduk bersebelahan dengan ristia, dan radit duduk bersama sandy. Setiap kami berdekatan atau mengobrol, selalu saja kami diejek, namun aku tetap menganggapnya candaan belaka. Lama kelamaan aku dan radit semakin dekat dan semakin dekat. Setiap ada masalah, selalu saja ia, ristia dan sandy yang membantuku, namun pasti yang membantuku sampai masalah itu benar benar terselesaikan adalah radit, cowok dingin yang ternyata banyak disukai teman teman. Setiap ada rapat kelas ataupun rapat osis, selalu saja ia yang menemaniku menggantikan ketua dua yang kurang bisa bertanggung jawab. Dan setiap kali itu terjadi, pasti kami menjadi bahan ejekan teman teman. Aku berusaha sabar karena aku menganggap mungkin itulah yang dapat menghibur teman teman karena kejenuhan mereka dengan segala keegoisan dan ketamakanku dikelas. Aku merasa ingin sekali menjadi ketua kelas yang sempurna untuk teman temanku, namun itu sangatlah sulit.
Hari semakin berganti, detik demi detik selalu bergulir. Waktu untuk ujian semester pertama semakin mendekat. Aku semakin lemah dalam memimpin teman teman. Semakin aku berusaha fokus kepada pelajaran persiapan ujian semester yang pertama kali akan ku tempuh, namun semakin rumit masalah yang terjadi di dalam kelas, radit yang selalu siap untuk menjadi pahlawanku, kini juga sedikit berfikir kembali untuk membantuku memimpin teman teman, ia juga berkeinginan untuk fokus dengan tujuan awalnya yaitu belajar untuk selalu menjadi juara. Dan aku tak dapat memungkiri semangatnya yang selalu terlihat di dalam matanya. Dan entah mengapa, lama kelamaan teman teman selalu saja menganggap kami pacaran. Padahal, semua temanku tahu kalau aku belum mau berpacaran ataupun dekat dengan cowok yang ku anggap terlalu biasa dan lebay. Dan tak terkecuali cowok yang kini selalu dekat denganku, radit. Radit menurutku juga sedikit lebay meski sungguh sangat bijaksana.
Semakin hari aku semakin gelisah dan percaya diriku lama kelamaan luntur dan tergantikan dengan perasaan aneh yang selalu datang ketika aku berdekatan dengan Radit. Entah apa yang aku alami saat ini, namun aku tak membicarakan apapun dengan siapapun tentang rasa ini. Aku  ini menjadikan masalah besar. Dan aku takut apabila ada yang mengetahui apa yang kurasakan saat ini justru membuatku semakin lemah. Dan aku semakin sulit untuk fokus belajar, aku selalu saja terbayang bayang wajah radit setiapku membaca buku catatan. Aku pun selalu berusaha menghilangkan bayang bayang itu. Bila bayang bayang itu datang, dengan segera aku berganti belajar dengan mengerjakan soal matematika ataupun membuat cerita dan puisi bahasa inggris. Tak kehabisan akal, setiap aku teringat akan sosok radit, aku selalu berusaha membuat cerita ataupun membuat puisi yang mencerminkan perasaanku dan ku kumpulkan di rumah.
************
Kini tinggal menunggu detak jam berdentang, pertanda ujian semester segera dimulai. Aku merasa begitu biasa dan tak ada persiapan lebih. Aku yang selama ini hanya menonjolkan kelihaianku dalam bermain dengan angka, merasa begitu nervous dan takut kelas paranoid karena belum pernah aku mengikuti program sekolah seperti ini. Dalam hitungan detik nanti, aku akan segera bergulat dengan huruf huruf yang begitu menggodaku untuk mengerjakannya karena hari pertama ujian semester ini, bapak ibu guru memberikan pelajaran bahasa indonesia dan seni budaya kepada kami. Dan hari pertama huruf huruf disoal itu masih mau bersahabat denganku. Aku cukup tenang dan percaya diri. Ditambah lagi aku dan radit secara tak sengaja duduk berdekatan, radit duduk tepat di sebelahku. Setiap soal sulit dihari pertama itu, dapat seketika berubah 1800 dan berubah menjadi mudah setiap aku menatap pancaran mata radit yang selalu membuatku bahagia dan percaya diri. Radit yang selalu tersenyum setiap menoleh ke arahku juga menambah semangatku untuk mengikuti ulangan dihari esok. Aku akan selalu siap ujian bila aku selalu berada di dekatnya terus menerus. Entah mengapa perasaan itu memenuhi hatiku. Hari kedua, aku harus bergelut dengan matematika dan IPA, pelajaran yang seru dan aku sukai. Ingin aku selalu  bertemu dan bermain dengan angka. Apalagi di dekatku ada radit yang membuat semangatku selalu menggebu gebu. Aku menyiapkan peralatan ulangan, tak lupa membawa pensil dan kertas kosong untuk coretan. Dan selalu ku taruh penghapus di dekat mistar. Tujuannya, bila soalnya terlalu sulit, aku melempar penghapus pakai mistar untuk mencari jawabannya. Bel masuk pun berbunyi. Dan soal matematika telah ada di atas meja. Aku pun telah mempersiapkan dengan begitu matang. Aku yng telah lama bersahabat dengan angka, tak begitu khawatir soal angka, yang aku takutkan, radit tak bisa mengerjakan soal ini nanti. Dan aku kembali melihat soal ujian ini. aku terus mengerjakan soal dengan penuh percaya diri, meski soalnya juga sedikit membuatku pusing, namun, aku berhasil menaklukkannya. Sesekali aku menoleh kearah radit, raut wajahnya terlihat begitu memelas. Ingin aku membantunya. Namun aku sendiri pun belum selesai mengerjakan. Ingin sekali aku memberinya contekan, tapi aku takut nanti nilaiku lebih kecil darinya, kan itu nggak fair banget dan nggak masuk dalam kamus hidupku. Selama lebih kurang 45 menit aku dapat menyelesaikan soal soal yang diberikan oleh guru. Aku kembali menoleh kearah radit dan sesekali melihat kearah sudut kanan depan kelas, dimana pengawas ujian berada. Ketika pengawas ujian semester ini memperhatikanku, aku berlaku seperti sedang pusing mengerjakan soal,  dan berakting dengan penuh penghayatan. Jika pengawas tak melihatku, aku berusaha memanggil radit untuk membantunya mengerjakan soal ulangan ini dengan suara yang paling pelan yang aku bisa agar tak mengundang kecurigaan teman lain dan pengawas. Hal pertama yang aku lakukan untuk mencari perhatian radit adalah menjatuhkan penghapusku ke arah radit, dan memintanya mengambilkan. Cara ini sedikit berhasil dan aku dapat membantunya sedikit dan lumayan lah untuk menambah jumlah jawabannya yang benar, paling tidak, nggak begitu memalukan. Dan saat istirahat, demi membalas budi,  radit mentraktirku, dan kami pun belajar bersama. Kami saling memberi pertanyaan dan dijawab sendiri. Dan jam kedua pun dimulai. Pengawasnya lumayan killer, dan pelajarannya sedikit menggundahkan hati. Saat aku melihat soalnya, nomer pertama telah membuatku pusing. Aku sebenarnya ingin bertanya kepada radit namun guru  kiler itu membuatku ciut. Aku takut kena marah. Aku terus berfikir untuk mencari akal meminta jawaban kepada radit tanpa diketahui pengawas. Aku lalu teringat dengan kertas coretanku matematika tadi. Aku menulis kode tertentu dan ku lempar kearah radit. Radit meresponnya dan memberikanku jawaban dari soal yang aku tanyakan kepadanya. Dan ia kembalikan kertas tadi. Aku berterima kasih dengan kode kedipan mata. Kemudian aku melanjutkan mengerjakan soal hingga selesai. Saat aku melihat kearah radit. Ternyata radit belum selesai mengerjakan. Dia kelihatan begitu sedih karena banyak soal hitungan yang tak bisa ia pecahkan. Aku berniat membantunya. Tanpa berfikir dua kali, aku kembali melempar kertas coretan yang jawaban tadi sudah ku coret. Aku melemparnya sambil sedikit berakting ingin meluruskan otot tubuh. Kertas itu melambung tinggi dan nyaris mengenai kepala radit. Radit terkejut dan segera merespon apa yang aku tawarkan. Dan saat ia hendak melempar, kertas itu lebih dahulu melambung kearah pengawas kiler itu. Radit pucat pasih. Aku berusaha menenangkannya. Namun tak mengurangi rasa takut radit. Aku tak tahu apa yang akan dilakukannya kepada radit dan aku karena itu kertasku dan pengawas itupun hafal dengan tulisanku. Maklum, tulisanku dan aku kan terkenal sejagat antero sekolahku. Apa yang harus aku lakukan yah?

Cerpen Life Is Never Flat

Life is Never Flat

Hidup  tak selamanya berbahagia. Hidup tak akan pernah datar. Selalu ada hambatan yang memberikan ketegangan yang berbanding dengan kekuatan arus kehidupan yang semuanya sama. Namun tak ada yang tak mungkin di dunia ini. NEVER SAY NEVER. Ada manusia yang sempurna. Namun tak menutup kemungkinan untuk manusia yang terlahir dengan keadaan kurang sempurna.
Aku terlahir dengan fisik yang sempurna. Aku bisa melihat, mendengar, menyanyi, meraba dan bernafas. Ayah ibu memanjakanku dan menempatkan diriku sebagai Princess Fairy yang berkuasa di dunia Fantasi. Aku selalu bahagia menapaki hidup ini. Kebahagiaanku selalu mengiringi setiap langkahku dimasa kecilku. Bagiku, anggapan LIFE IS NEVER FLAT itu tak akan pernah ada dihidupku yang ku anggap sempurna saat itu. Kehidupan dan masalahku bagaikan lautan tanpa ombak besar, yang ada hanya gelombang-gelombang kecil yang menghantam karang, dan mengikisnya sedikt demi sedikit. Dan jiwaku berkembang dengan sempurna. Kesabaran, ketulusan dan kebijaksanaan tertanam dengan sempurna dalam jiwaku. Meski keras kepala itu selalu mengikisnya, namun tak akan pernah bisa runtuh.
Aku selalu melewati masa kecilku tanpa ada hambatan. Semangat serta ketegangan hidupku selalu bergelora. Aku selalu bersemangat untuk berpetualang tanpa henti, tanpa melihat medan ataupun hambatan serta akibatnya. Yang ada diotakku saat itu hanyalah kesenangan. Aku melompat dari satu lempeng bumi ke lempeng bumi yang lain. Aku berlari dan terus berlari mendekati cakrawala bumi. Dalam hati kecilku, aku selalu berdoa dan berjanji untuk selalu berlari mengejar cakrawala hingga langit ke tujuh.
Namun janjiku ini pupus dan hilang tak berbekas. Untaian kata penuh arti itu kini kupendam dengan rapi di hatiku yang paling dalam. Kini aku hanya bisa mengingat apa yang telah membuatku tersenyum begitu lepas saat itu, dan berharap waktu dapat berputar kembali ke masa lampau. Aku kini tak bisa berlari bebas, tak bisa melompat bahagia, dan berbahagia seperti sedia kala. Aku kini seperti anak yang kurang sempurna. Bukan karena aku terlahir dengan fisik yang kurang sempurna, bukan karena ragaku yang kurang sempurna, tetapi jiwaku yang telah cukup menderita, mungkin akan semakin menderita. Kesehatan tak sepenuhnya mendukung apa yang ingin aku capai. Setiap kali duduk melamun, aku selalu teringat betapa  buruknya keadaanku saat ini. Aku sangat bosan dengan obat, aku takut dengan jarum dan semua yang ada di dunia medis kini adalah musuhku dan ancaman di kehidupanku.
Bila melihat teman-teman berolahraga sesuka hati, aku begitu iri dan ingin sekali aku berontak, namun sekuat apapun aku berontak, tak akan ada yang dapat memahamiku. Setiap kali aku mendapatkan teguran dari guru olahragaku, hatiku terasa begitu sakit dan hendak meledak tak tersisakan. Dan akhirnya aku harus meninggalkan bangku sekolah. Kesabaranku saat ini telah terkikis oleh gelombang-gelombang kecil masalah dalam hidupku selama ini dan bersatu untuk menyerangku saat ini. Kini aku terkena anemia dan tak boleh terlalu lelah. Setiap hariku kini hanya kuhabiskan dengan beristirahat dirumah dan dan belajar dirumah dengan guru homeshoolingku yang setia menemaniku. Aku begitu lemah lahir dan bathin. Fisikku yang semakin lama semakin buruk ini tak sanggup menahan kepedihan hatiku melihat teman lain bermain dengan leluasa dan tak mendapat teguran guru manapun. Hidupku kini tak  lagi berguna, justru hanya memenuhi dunia ini.
Pagi ini, dihari yang paling spesial, dihari ulang tahunku, aku ingin memiliki kegiatan yang berbeda dari biasanya. Aku pun telah menyusun strategi dan akan kulaksanakan strategiku tanpa ada yang mengetahui. Pukul 05.00 aku telah selesai membersihkan diri dan bersiap untuk berlari pagi. Aku ingin sekali merasakan bagaimana otot-otot yang ada di tubuhku ini berkontraksi kembali. Selagi mentari masih bermimpi, aku berusaha keluar rumah tanpa membangunkan siapapun dirumah ini. Namun, ketika satu langkah kecil lagi aku berhasil keluar, tiba-tiba dari arah depan terlihat sepasang mata yang tak asing buatku, ya, itu memang mata Mbak Ani, pembantu dirumahku.
“Mbak Kheisha mau kemana? Entar dimarah ibu lho” sapa mbak ani ramah.
“sstt... mbak ani jangan keras-keras, entar ibu bangun, aku hanya mau cari angin di dekat gerbang rumah” jawabku.
“ tapi mbak, saya takut dimarah ibu, kalau tahu mbak Kheisha keluar kamar” kata mbak ani sedikit melarangku.
“kalau begitu, suruh Kevin menemaniku” kataku.
“baiklah mbak, tapi hanya kali ini saja ya” kata mbak ani.
            Nama lengkapku Shinta Kheisha, dan biasa dipanggil Khei, dan Kevin adalah sepupuku yang tinggal dirumahku sejak kecil karena orang tuanya bekerja di luar negeri. Kami berdua sangat lengket bagaikan prangko dan lem. Kevin hampir setiap waktu menemaniku yang tergeletak diranjang penuh kepahilan dan selalu menguatkanku. Dan saat ini pun, Kevin hendak menemaniku.
**********
Kevin kini telah berada disampingku dan aku menjelaskan rencana awalku yang seharusnya tak boleh diketahui siapapun. Kevin sedikit melarangku dan beralasan takut terjadi apa-apa denganku. Namun, bukan aku kalau tak keras kepala. Aku terus memaksa dan akhirnya Kevin mengizinkan. Kami berdua berlari kecil mengintari kompleks. Saat setengah jalan, aku berniat mengajak Kevin balap lari, dan yang kalah harus traktir es krim. Kevin setuju dan kami segera melesat. Aku tertinggal sangat jauh dari Kevin. Namun, aku tetap berusaha mengejar ketertinggalanku. Kaki-kakiku yang telah lama tak bergerak, berusaha melepaskan diri dari tubuhku. Kepalaku terasa berat dan mataku semakin berkunang-kunang. Dan akhirnya .... gelap. Aku tergeletak lemah di jalan dekat sekolahku dulu. Tak ada yang menggubris keadaanku. Kevin yang saat itu baru menyadari ketertinggalanku, berlari kembali kearah semula dan menemukanku dengan keadaan lemah, hidungku yang terus dialiri darah segar. Kevin panik, ia berusaha menyelamatkanku. Ia menghentikan taksi dengan cara tak lazim yaitu berdiri ditengah jalan. Dan akhirnya aku dapat dibawa ke rumah sakit. Kevin meminta suster untuk menemaniku sejenak, karena ia ingin mengabarkan keadaanku kini kepada keluargaku. Ia tak takut terkena ocehan atau bahkan tindak kekerasan yang akan diterimanya dari orang tuaku.
Dalam mimpiku, aku bertemu dengan seorang wanita cantik, bergaun putih, dan bersayap transparan, mungkinkah itu malaikat? Entahlah, aku tak tak tahu benar tidaknya. Aku berusaha berbicara dengannya.
“Kakak ini malaikat?” kataku polos.
Sambil tersenyum, malaikat tadi menjawab, “ ya, kakak ini malaikat Tuhan yang selalu memperhatikan gerak-gerikmu didunia.
“kakak, kalau begitu, sampaikan salamku kepada Tuhan dan aku ingin disini saja, bermain denganmu, dan berlari sepuasnya tanpa  penyakit menyebalkan itu.” Kataku lagi.
“Khei sayang, LIFE IS NEVER FLAT. Jangankan kamu di dunia, kakak disini pun juga mempunyai masalah, sayang.”
“tapi Khei nggak mau kembali” rengekku.
“sayang, Kevin dan keluargamu yang lain merindukanmu, kamu tidak kasihan dengan mereka? Percayalah sama kakak, Tuhan memberikan jalan hidup yang berbeda kepada setiap umatnya, dengan tujuan yang sempurna. Dan kesempurnaan abadi hanya milik Tuhan, kembalilah, dan bersyukurlah selalu kepada Tuhan.” Malaikat tadi menjelaskan dengan sabar.
“ baik kak, tapi izinkan aku selalu bersamamu, meski aku berbeda dunia” kataku.
“ sayang, kakak selalu ada buat kamu di hati kamu, berjanjilah kepada kakak untuk selalu berdoa dan berusaha untuk kembali sehat dan menggapai impianmu”
“ iya kak, Khei janji akan selalu bersyukur, Khei ingin punya bukti kalau kakak selalu bersama Khei”
“sayang, kakak kasih kalung ini buatmu, tapi hanya kamu dan Kevin yang bisa melihat, bila kamu ada masalah, ceritakanlah pada kalung ini, dan kakak akan datang untukmu”
“terima kasih kakak, sampai jumpa, aku menyayangimu”
            Senyuman termanis dari kakak malaikat itu mengiringiku kembali ke duniaku. Di dekat ranjangku, sedang terjadi pertengkaran hebat. Hingga semua tak menyadari aku telah terbangun. Sayup-sayup aku mendengar ayah yang memarahi Kevin. Aku mendengar Kevin berusaha memberi penjelasan, namun akhirnya ayah berseru, “ Kevin, kamu pergi dari keluarga om, dan kembalilah kepada orang tuamu di jerman”.
“baiklah, jika itu yang om inginkan, akan aku penuhi” jawab Kevin.
Aku tak menduka akibat rencanaku akan serumit ini. Tanpa sadar aku berteriak, “ aku ingin ikut Kevin, dan sehat bersamanya”. Perkataanku ini mengejutkan semua orang yang ada di ruangan ini. Mereka baru menyadari kehadiranku kembali di dunia ini. Kevin bahagia dan ia terkejut melihat kalung yang sama dengan yang ada di lehernya. Dan kemudian ia tersenyum. Ayah masih tetap marah, dan Kevin menepati janjinya untuk meninggalkan kami. Aku berusaha mengejar, namun tak dapat  kuraih tangannya kembali. Aku begitu sedih dan kalungku bersinar kemudian terdengar suara kakak malaikat memberikanku semangat dan berjanji mempertemukanku dengan Kevin.
*************
            Empat tahun berlalu. Kini aku telah sangat sehat seperti janji kakak malaikat. Aku kini selalu bersabar, berdoa dan bersyukur. Empat tahun sepeninggalan Kevin, hidupku membuatku bangkit dari keterpurukan dan berusaha untuk sehat. Setiap ada masalah, selalu aku mengadu dengan kakak malaikat. Kini aku tinggal menunggu kakak malaikat menepati janjinya untuk mempertemukanku dengan Kevin. Hari ini aku bertanding basket dengan pemain basket asal jerman. Aku kini berhasil menjadi atlet basket yang siap mengharumkan nama Indonesia. Dan saat ini semangatku telah meluap untuk mengharumkan nama Indonesia di Jerman. Aku bertanding secara fair dan hasilnya pun begitu membanggakan, kami mendapat juara. Dan saat penyerahan trofi, aku terkejut karena yang menyerahkan itu tak asing buatku. Seorang laki-laki yang gagah dan berwibawa yang tak pernah pergi dari hatiku. Dialah Kevin. Dan aku melihat kalungku bercahaya dan kalung Kevin terlihat, kemudiab bercahaya. Mulai detik ini, aku ikut bersama Kevin yang menjadi salah satu pejabat di Jerman, namun bila ada pertandingan aku selalu berjuang untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Life Is Never Flat dan No Body Perfect.

Kamis, 03 November 2011

Kelam Terang Hidupku


aku terlahir dari rahim seorang ibu yang begitu sempurna. Dan  keluargaku pun begitu sederhana dan bahagia. namun, ada kisah pahit yang mendera keluargaku,
ayahku dulu saat aku baru membuka mata dan mengenal dunia, selalu menghamburkan uang seenaknya, dan tak mau memikirkan keluarganya. ia selalu mencari uang sendiri dan ia habiskan sendiri untuk berjudi, namun begitu, ibuku tetap menyayanginya, dan selalu berusaha membagi kasih sayang untuk anak anaknya yaitu aku yang baru mengenal dunia nyata, dan kedua kakak perempuanku yang masih berumur 15 th dan 14th. kakak pertamaku yang bersifat sedikit judes, dan sangat sayang dengan ibu, tak menyukai ayah dan sifat buruk ayah, kakakku itu tega membenci ayah dan tak mau mengakui ayahku itu sebagai ayahnya. sedangkan kakak keduaku, begitu sopan, patuh dan tentunya sayang kepada orangtua, selalu menjadi sasaran kemarahan ayah dan kakak perempuanku, ia terkadang sedih dan sangat terpuruk, namun ia berusaha tabah seperti yang selalu ibu ajarkan. dan aku yang saat itu masih sangat lemah dan buta akan dunia ini, hanya bisa menangis dan menangis. aku yang memang anak bungsu dalam keluarga itu selalu ingin dimanjakan tanpa memikirkan darimana dan bagaimana ibuku mencari biaya untuk menafkahi keluarga menggantikan ayah. Egois, itulah sifat yang kumiliki, tanpa merasa bersalah, aku selalu memerintah kakakku dan orangtuaku melakukan apa yang telah kukatakan. dan selalu membantah apa yang dikatakannya, mungkinkah aku yang masih belia itu telah durhaka kepada orang tua? entahlah apa yang akan terjadi pada diriku dengan sifatku itu. ayahku yang saat itu semakin sering pergi dan jarang dirumah, selalu membuat ibuku menangis, aku hanya bisa mengikuti tangisan ibu, kakak perempuanku yang begitu membenci ayahku, selalu marah melihat ibu yang disakiti ayah, dan melampiaskan kepada kakak keduaku. kakak keduaku hanya bisa menerimanya dengan kesabaran.
suatu ketika terjadi pertengkaran hebat dalam keluargaku. sebenarnya masalahnya hanya karena ayahkehabisan uang untuk berjudi, dan meminta uang kepada ibu yang saat itu ibu memang masih begitu menderita mencari uang, ibu memberikan sebagian uang kepada ayah, namun ayah merasa uang itu kurang untuknya. ia terus memaksa ibu hingga ia begitu emosi dan hendak memukul ibu dengan kursi.